KONFLIK ORGANISASI
Pada
kali ini saya akan kembali membahas tentang organisasi , namun saya akan
memaparkan apa apa saja sebenarnya konflik yang terjadi didalam organisasi itu
sendiri .
- Pengertian Konflik
Konflik
adalah suatu proses antara dua orang atau lebih dimana salah satu pihak
berusaha menyingkirkan pihak lain dengan cara menghancurkannya atau membuatnya
menjadi tidak berdaya.
Konflik itu sendiri merupakan
situasi yang wajar dalam setiap masyarakat maupun yang tidak pernah mengalami
konflik antar anggota atau antar kelompok masyarakat lainnya, konflik itu akan
hilang bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu sendiri.
Konflik
yang dapat terkontrol akan menghasilkan integrasi yang baik, namun sebaliknya
integrasi yang tidak sempurna dapat menciptakan suatu konflik.
Konflik
menurut Robbin
konflik
organisasi menurut Robbins (1996) adalah suatu proses interaksi yang terjadi
akibat adanya ketidaksesuaian antara dua pendapat (sudut pandang) yang
berpengaruh terhadap pihak-pihak yang terlibat baik pengaruh positif maupun
pengaruh negatif.
Pandangan
ini dibagi menjadi 3 bagian menurut Robbin yaitu :
1.Pandangan
tradisional
Pandangan
ini menyatakan bahwa konflik itu hal yang buruk, sesuatu yang negatif, merugikan,
dan harus dihindari. Konflik ini suatu hasil disfungsional akibat komunikasi
yang buruk, kurang kepercayaan, keterbukaan diantara orang-orang dan kegagalan
manajer untuk tanggap terhadap kebutuhan dan aspirasi para karyawan tersebut.
2.Pandangan
kepada hubungan manusia.
Pandangan
ini menyatakan bahwa konflik dianggap sebagai sesuatu peristiwa yang wajar
terjadi didalam suatu kelompok atau organisasi. Konflik dianggap sebagai
sesuatu yang tidak dapat dihindari karena didalam kelompok atau organisasi pasti
terjadi perbedaan pandangan atau pendapat. Oleh karena itu, konflik harus
dijadikan sebagai suatu hal yang bermanfaat guna mendorong peningkatan kinerja
organisasi tersebut.
3.Pandangan
interaksionis.
Pandangan
ini menyatakan bahwa mendorong suatu kelompok atau organisasi terjadinya suatu
konflik. Hal ini disebabkan suatu organisasi yang kooperatif, tenang, damai dan
serasi cenderung menjadi statis, apatis, tidak aspiratif dan tidak inovatif.
Oleh karena itu, konflik perlu dipertahankan pada tingkat minimum secara
berkelanjutan sehingga tiap anggota di dalam kelompok tersebut tetap semangat
dan kreatif.
Jenis
– Jenis Konflik :
Ada
lima jenis konflik dalam kehidupan organisasi :
1.
Konflik dalam diri individu, yang terjadi bila seorang individu menghadapi
ketidakpastian tentang pekerjaan yang dia harapkan untuk melaksanakannya. Bila
berbagai permintaan pekerjaan saling bertentangan, atau bila individu
diharapkan untuk melakukan lebih dari kemampuannya.
2. Konflik antar individu dalam organisasi yang sama, dimana hal ini sering diakibatkan oleh perbedaan–perbedaan kepribadian.Konflik ini berasal dari adanya konflik antar peranan ( seperti antara manajer dan bawahan ).
3. Konflik antar individu dan kelompok, yang berhubungan dengan cara individu menanggapi tekanan untuk keseragaman yang dipaksakan oleh kelompok kerja mereka. Sebagai contoh, seorang individu mungkin dihukum atau diasingkan oleh kelompok kerjanya karena melanggar norma – norma kelompok.
4. Konflik antar kelompok dalam organisasi yang sama, karena terjadi pertentangan kepentingan antar kelompok atau antar organisasi.
5. Konflik antar organisasi, yang timbul sebagai akibat bentuk persaingan ekonomi dalam sistem perekonomian suatu negara. Konflik ini telah mengarahkan timbulnya pengembangan produk baru, teknologi, dan jasa, harga–harga lebih rendah, dan penggunaan sumber daya lebih efisien.
Sumber-Sumber
Utama Penyebab Konflik Organisasi
Penyebab
terjadinya konflik dalam organisasi, yaitu :
1.
Perbedaan individu, yang meliputi perbedaan pendirian dan perasaan,
2.
Perbedaan latar belakang kebudayaan sehingga membentuk pribadi-pribadi yang
berbeda pula,
3.
Perbedaan kepentingan individu atau kelompok,
4.
Perubahan-perubahan nilai yang cepat dan mendadak dalam masyarakat, dan
5.
Perbedaan pola interaksi yang satu dengan yang lainnya.
Teknik-Teknik
Utama Untuk Memecahkan Konflik Organisasi
Ada
beberapa cara untuk menangani konflik yaitu :
1.
Introspeksi diri,
2.
Mengevaluasi pihak-pihak yang terlibat,
3.
Identifikasi sumber konflik,
Spiegel
(1994) menjelaskan ada lima tindakan yang dapat kita lakukan dalam penanganan
konflik :
a.
Berkompetisi
Tindakan
ini dilakukan jika kita mencoba memaksakan kepentingan sendiri di atas
kepentingan pihak lain. Pilihan tindakan ini bisa sukses dilakukan jika situasi
saat itu membutuhkan keputusan yang cepat, kepentingan salah satu pihak lebih
utama dan pilihan kita sangat vital. Hanya perlu diperhatikan situasi menang –
kalah (win-lose solution) akan terjadi disini. Pihak yang kalah akan merasa
dirugikan dan dapat menjadi konflik yang berkepanjangan. Tindakan ini bisa
dilakukan dalam hubungan atasan bawahan, dimana atasan menempatkan
kepentingannya (kepentingan organisasi) di atas kepentingan bawahan.
b.
Menghindari konflik
Tindakan
ini dilakukan jika salah satu pihak menghindari dari situsasi
tersebut
secara fisik ataupun psikologis. Sifat tindakan ini hanyalah
menunda
konflik yang terjadi. Situasi menang kalah terjadi lagi disini.
Menghindari
konflik bisa dilakukan jika masing-masing pihak mencoba untuk mendinginkan
suasana, mebekukan konflik untuk sementara. Dampak kurang baik bisa terjadi
jika pada saat yang kurang tepat konflik meletus kembali, ditambah lagi jika
salah satu pihak menjadi stres karena merasa masih memiliki hutang
menyelesaikan persoalan tersebut.
c.
Akomodasi
Yaitu
jika kita mengalah dan mengorbankan beberapa kepentingan sendiri
agar
pihak lain mendapat keuntungan dari situasi konflik itu. Disebut juga
sebagai
self sacrifying behaviour. Hal ini dilakukan jika kita merasa bahwa
kepentingan
pihak lain lebih utama atau kita ingin tetap menjaga hubungan baik dengan pihak
tersebut.
Pertimbangan
antara kepentingan pribadi dan hubungan baik menjadi hal
yang
utama di sini yaitu :
d.
Kompromi
Tindakan
ini dapat dilakukan jika ke dua belah pihak merasa bahwa kedua hal tersebut
sama –sama penting dan hubungan baik menjadi yang utama.
Masing-masing
pihak akan mengorbankan sebagian kepentingannya untuk mendapatkan situasi
menang-menang (win-win solution).
e.
Berkolaborasi
Menciptakan
situasi menang-menang dengan saling bekerja sama.
Pilihan
tindakan ada pada diri kita sendiri dengan konsekuensi dari masing-masing
tindakan. Jika terjadi konflik pada lingkungan kerja, kepentingan dan hubungan
antar pribadi menjadai hal yang harus kita pertimbangkan.
- Definisi Konflik Organisasi
Ada
beberapa pengertian konflik menurut beberapa ahli.
- Menurut Taquiri dalam Newstorm dan Davis (1977), konflik merupakan warisan kehidupan sosial yang boleh berlaku dalam berbagai keadaan akibat daripada berbangkitnya keadaan ketidaksetujuan, kontroversi dan pertentangan di antara dua pihak atau lebih pihak secara berterusan.
- Menurut Gibson, et al (1997: 437), hubungan selain dapat menciptakan kerjasama, hubungan saling tergantung dapat pula melahirkan konflik. Hal ini terjadi jika masing – masing komponen organisasi memiliki kepentingan atau tujuan sendiri – sendiri dan tidak bekerja sama satu sama lain.
- Menurut Robbin (1996), keberadaan konflik dalam organisasi dalam organisasi ditentukan oleh persepsi individu atau kelompok. Jika mereka tidak menyadari adanya konflik di dalam organisasi maka secara umum konflik tersebut dianggap tidak ada. Sebaliknya, jika mereka mempersepsikan bahwa di dalam organisasi telah ada konflik maka konflik tersebut telah menjadi kenyataan.
- Dipandang sebagai perilaku, konflik merupakan bentuk minteraktif yang terjadi pada tingkatan individual, interpersonal, kelompok atau pada tingkatan organisasi (Muchlas, 1999). Konflik ini terutama pada tingkatan individual yang sangat dekat hubungannya dengan stres.
- Menurut Minnery (1985), Konflik organisasi merupakan interaksi antara dua atau lebih pihak yang satu sama lain berhubungan dan saling tergantung, namun terpisahkan oleh perbedaan tujuan.
- Konflik dalam organisasi sering terjadi tidak simetris terjadi hanya satu pihak yang sadar dan memberikan respon terhadap konflik tersebut. Atau, satu pihak mempersepsikan adanya pihak lain yang telah atau akan menyerang secara negatif (Robbins, 1993).
- 7. Konflik merupakan ekspresi pertikaian antara individu dengan individu lain, kelompok dengan kelompok lain karena beberapa alasan. Dalam pandangan ini, pertikaian menunjukkan adanya perbedaan antara dua atau lebih individu yang diekspresikan, diingat, dan dialami (Pace & Faules, 1994:249).
- Konflik dapat dirasakan, diketahui, diekspresikan melalui perilaku-perilaku komunikasi (Folger & Poole: 1984).
- Konflik senantisa berpusat pada beberapa penyebab utama, yakni tujuan yang ingin dicapai, alokasi sumber – sumber yang dibagikan, keputusan yang diambil, maupun perilaku setiap pihak yang terlibat (Myers,1982:234-237; Kreps, 1986:185; Stewart, 1993:341).
- Jenis dan Sumber Konflik
Terdapat
berbagai macam jenis konflik, tergantung pada dasar yang digunakan untuk
membuat klasifikasi. Ada yang membagi konflik berdasarkan pihak-pihak yang
terlibat di dalamnya, ada yang membagi konflik dilihat dari fungsi dan ada juga
yang membagi konflik dilihat dari posisi seseorang dalam suatu organisasi.
a.
Konflik Dilihat dari Posisi Seseorang dalam Struktur Organisasi
Jenis
konflik ini disebut juga konflik intra keorganisasian. Dilihat dari posisi
seseorang dalam struktur organisasi, Winardi membagi konflik menjadi empat
macam. Keempat jenis konflik tersebut adalah sebagai berikut :
1)
Konflik vertikal, yaitu konflik yang terjadi antara karyawan yang memiliki
kedudukan yang tidak sama
dalam organisasi. Misalnya, antara atasan dan bawahan.
dalam organisasi. Misalnya, antara atasan dan bawahan.
2)
Konflik horizontal, yaitu konflik yang terjandi antara mereka yang memiliki
kedudukan yang sama atau
setingkat dalam organisasi. Misalnya, konflik antar karyawan, atau antar departemen yang setingkat.
setingkat dalam organisasi. Misalnya, konflik antar karyawan, atau antar departemen yang setingkat.
3)
Konflik garis-staf, yaitu konflik yang terjadi antara karyawan lini yang
biasanya memegang posisi
komando, dengan pejabat staf yang biasanya berfungsi sebagai penasehat dalam organisasi.
komando, dengan pejabat staf yang biasanya berfungsi sebagai penasehat dalam organisasi.
4)
Konflik peranan, yaitu konflik yang terjadi karena seseorang mengemban lebih
dari satu peran yang saling
bertentangan.
bertentangan.
b.
Konflik Dilihat dari Pihak yang Terlibat di Dalamnya
Berdasarkan
pihak-pihak yang terlibat di dalam konflik, Stoner membagi konflik menjadi lima
macam , yaitu:
1)
Konflik dalam diri individu (conflict within the individual). Konflik ini
terjadi jika seseorang harus memilih tujuan yang saling bertentangan, atau
karena tuntutan tugas yang melebihi batas kemampuannya. Termasuk dalam konflik
individual ini, menurut Altman, adalah frustasi, konflik tujuan dan konflik
peranan .
2)
Konflik antar-individu (conflict between individuals). Terjadi karena perbedaan
kepribadian antara individu yang satu dengan individu yang lain.
3)
Konflik antara individu dan kelompok (conflict between individuals and groups).
Terjadi jika individu gagal menyesuaikan diri dengan norma-norma kelompok
tempat ia bekerja.
4)
Konflik antar kelompok dalam organisasi yang sama (conflict among groups in the
same organization). Konflik ini terjadi karena masing-masing kelompok memiliki
tujuan yang berbeda dan masing-masing berupaya untuk mencapainya.
Masalah
ini terjadi karena pada saat kelompok-kelompok makin terikat dengan tujuan atau
norma mereka sendiri, mereka makin kompetitif satu sama lain dan berusaha
mengacau aktivitas pesaing mereka, dan karenanya hal ini mempengaruhi
organisasi secara keseluruhan .
5)
Konflik antar organisasi (conflict among organizations). Konflik ini terjadi
jika tindakan yang dilakukan oleh organisasi menimbulkan dampak negatif bagi
organisasi lainnya. Misalnya, dalam perebutan sumberdaya yang sama.
- Strategi Penyelesaian Konflik
- Integrating (Problem Solving). Dalam gaya ini pihak-pihak yang berkepentingan secara bersama-sama mengidentifikasikan masalah yang dihadapi, kemudian mencari, mempertimbangkan dan memilih solusi alternatif pemecahan masalah. Gaya ini cocok untuk memecahkan isu-isu kompleks yang disebabkan oleh salah paham (misunderstanding), tetapi tidak sesuai untuk memecahkan masalah yang terjadi karena sistem nilai yang berbeda. Kelemahan utamanya adalah memerlukan waktu yang lama dalam penyelesaian masalah.
- Dominating (Forcing). Orientasi pada diri sendiri yang tinggi, dan rendahnya kepedulian terhadap kepentingan orang lain, mendorong seseorang untuk menggunakan taktik “saya menang, kamu kalah”. Gaya ini sering disebut memaksa (forcing) karena menggunakan legalitas formal dalam menyelesaikan masalah. Gaya ini cocok digunakan jika cara-cara yang tidak populer hendak diterapkan dalam penyelesaian masalah, masalah yang dipecahkan tidak terlalu penting, dan waktu untuk mengambil keputusan sudah mepet. Tetapi tidak cocok untuk menangani masalah yang menghendaki partisipasi dari mereka yang terlibat. Kekuatan utama gaya ini terletak pada minimalnya waktu yang diperlukan. Kelemahannya, sering menimbulkan kejengkelan atau rasa berat hati untuk menerima keputusan oleh mereka yang terlibat.
- Avoiding. Taktik menghindar (avoiding) cocok digunakan untuk menyelesaikan masalah yang sepele atau remeh. Gaya ini tidak cocok untuk menyelesaikan masalah – malasah yang sulit atau “buruk”. Kekuatan dari strategi penghindaran adalah jika kita menghadapi situasi yang membingungkan atau mendua (ambiguous situations). Sedangkan kelemahannya, penyelesaian masalah hanya bersifat sementara dan tidak menyelesaikan pokok masalah.
- Compromising. Gaya ini menempatkan seseorang pada posisi moderat, yang secara seimbang memadukan antara kepentingan sendiri dan kepentingan orang lain. Ini merupakan pendekatan saling memberi dan menerima (give-and-take approach) dari pihak-pihak yang terlibat.Kompromi cocok digunakan untuk menangani masalah yang melibatkan pihak-pihak yang memiliki tujuan berbeda tetapi memiliki kekuatan yang sama. Misalnya, dalam negosiasi kontrak antara buruh dan majikan. Kekuatan utama dari kompromi adalah pada prosesnya yang demokratis dan tidak ada pihak yang merasa dikalahkan. Tetapi penyelesaian konflik kadang bersifat sementara dan mencegah munculnya kreativitas dalam penyelesaian masalah.
- MOTIVASI dan TEORI MOTIVASI
Motivasi
dapat diartikan sebagai kekuatan (energi) seseorang yang dapat menimbulkan
tingkat persistensi dan entusiasmenya dalam melaksanakan suatu kegiatan, baik
yang bersumber dari dalam diri individu itu sendiri (motivasi intrinsik) maupun
dari luar individu (motivasi ekstrinsik). Seberapa kuat motivasi yang dimiliki
individu akan banyak menentukan terhadap kualitas perilaku yang ditampilkannya,
baik dalam konteks belajar, bekerja maupun dalam kehidupan lainnya.. Kajian
tentang motivasi telah sejak lama memiliki daya tarik tersendiri bagi kalangan
pendidik, manajer, dan peneliti, terutama dikaitkan dengan kepentingan upaya
pencapaian kinerja (prestasi) seseorang
A.
Teori Motivasi oleh Douglas Mc Gregor (Teori X dan Y)
Douglas
Mc Gregor menemukan teori X dan Y setelah mengkaji cara para manager
berhubungan dengan para karyawan. Ada empat asumsi yang dimiliki oleh manager
dalam teori X, yaitu:
1. karyawan pada dasarnya tidak menyukai pekerjaan dan sebisa mungkin berusaha untuk menghindarinya
1. karyawan pada dasarnya tidak menyukai pekerjaan dan sebisa mungkin berusaha untuk menghindarinya
2.
karena karyawan tidak menyukai pekerjaan, mereka harus dikendalikan atau
diancam dengan hukuman untuk mencapai tujuan
3.
karyawan akan menghindari tanggung jawab dan mencari perintah formal (asumsi
ketiga)
4.
sebagian karyawan menempatkan keamanan di atas semua faktor lain terkait
pekerjaan dan menunjukkan sedikit ambisi
Bertentangan
dengan pandangan-pandangan negatif mengenai sifat manusia dalam teori X, ada
empat asumsi positif yang disebutkan dalam teori Y, yaitu:
1.
karyawan menganggap kerja sebagai hal yang menyenangkan seperti halnya
istirahat atau bermain
2.
karyawan akan berlatih mengendalikan diri dan emosi untuk mencapai berbagai
tujuan
3.
karyawan bersedia belajar untuk menerima, mencari dan bertanggung-jawab
4.
karyawan mampu membuat berbagai keputusan inovatif yang diedarkan ke seluruh
populasi dan bukan hanya bagi mereka yang menduduki posisi manajemen.
B. Teori Motivasi oleh Abraham
Maslow (Teori Hierarki Kebutuhan)
Teori motivasi yang paling
terkenal adalah teori Hirarki Kebutuhan oleh Abraham Maslow. Ia membuat
hipotesis bahwa dalam setiap diri manusia terdapat hierarki dari lima
kebutuhan, yaitu fisiologis (rasa lapar, haus, seksual, dan kebutuhan fisik
lainnya), rasa aman (rasa ingin dilindungi dari bahaya fisik dan emosional),
sosial (rasa kasih sayang, kepemilikan, penerimaan, dan persahabatan),
penghargaan (faktor penghargaan internal dan eksternal), dan aktualisasi diri
(pertumbuhan, pencapaian potensi seseorang, dan pemenuhan diri sendiri).
Maslow memisahkan lima
kebutuhan ke dalam urutan-urutan. Kebutuhan fisiologis dan rasa aman
dideskripsikan sebagai kebutuhan tingkat bawah sedangkan kebutuhan sosial,
penghargaan, dan aktualisasi diri sebagai kebutuhan tingkat atas.
Perbedaan antara kedua tingkat
tersebut adalah dasar pemikiran bahwa kebutuhan tingkat atas dipenuhi secara
internal sementara kebutuhan tingkat rendah secara dominan dipenuhi secara
eksternal.
Teori kebutuhan Maslow telah
menerima pengakuan luas di antara manajer pelaksana karena teori ini logis
secara intuitif. Namun, penelitian tidak memperkuat teori ini dan Maslow tidak
memberikan bukti empiris dan beberapa penelitian yang berusaha mengesahkan,
teori ini tidak menemukan pendukung yang kuat.
C.
Teori Motivasi oleh David Mc Clelland (Teori Motivasi Kontemporer)
Teori
motivasi kontemporer bukan teori yang dikembangkan baru-baru ini, melainkan
teori yang menggambarkan kondisi pemikiran saat ini dalam menjelaskan motivasi
karyawan.
Teori
motivasi kontemporer mencakup:
Teori
Kebutuhan Mc Clelland
Teori
kebutuhan McClelland dikembangkan oleh David McClelland dan teman-temannya.
Teori kebutuhan McClelland berfokus pada tiga kebutuhan yang didefinisikan
sebagai berikut:
1.
kebutuhan pencapaian; dorongan untuk melebihi, mencapai standar, berusaha keras
untuk berhasil
2.
kebutuhan kekuatan; kebutuhan untuk membuat individu lain berperilaku
sedemikian rupa sehingga mereka tidak akan berperilaku sebaliknya
3.
kebutuhan hubungan; keinginan untuk menjalin suatu hubungan antarpersonal yang
ramah dan akrab
Teori
Evaluasi Kognitif
Teori
evaluasi kognitif adalah teori yang menyatakan bahwa pemberian
penghargaan-penghargaan ekstrinsik untuk perilaku yang sebelumnya memuaskan
secara intrinsik cenderung mengurangi tingkat motivasi secara keseluruhan.
Teori evaluasi kognitif telah diteliti secara eksensif dan ada banyak studi
yang mendukung.
Teori
Penentuan Tujuan
Teori
penentuan tujuan adalah teori yang mengemukakan bahwa niat untuk mencapai
tujuan merupakan sumber motivasi kerja yang utama. Artinya, tujuan memberitahu
seorang karyawan apa yang harus dilakukan dan berapa banyak usaha yang harus
dikeluarkan.
Teori
Penguatan
Teori
penguatan adalah teori di mana perilaku merupakan sebuah fungsi dari
konsekuensi-konsekuensinya jadi teori tersebut mengabaikan keadaan batin
individu dan hanya terpusat pada apa yang terjadi pada seseorang ketika ia
melakukan tindakan.
Teori
Keadilan
Teori
keadilan adalah teori bahwa individu membandingkan masukan-masukan dan hasil
pekerjaan mereka dengan masukan-masukan dan hasil pekerjaan orang lain, dan
kemudian merespons untuk menghilangkan ketidakadilan.
Teori
Harapan
Teori
harapan adalah kekuatan dari suatu kecenderungan untuk bertindak dalam cara
tertentu bergantung pada kekuatan dari suatu harapan bahwa tindakan tersebut
akan diikuti dengan hasil yang ada dan pada daya tarik dari hasil itu terhadap
individu tersebut.
D.
Teori Motivasi oleh Herzberg (Teori Dua Faktor)
Herzberg
memandang bahwa kepuasan kerja berasal dari keberadaan motivator intrinsik dan
bahwa ketidakpuasan kerja berasal dari ketidakberadaan faktor-faktor
ekstrinsik.
Faktor-faktor
ekstrinsik (konteks pekerjaan) meliputi : (1) Upah, (2) Kondisi kerja, (3)
Keamanan kerja, (4) Status, (5) Prosedur perusahaan, (6) Mutu penyeliaan, (7)
Mutu hubungan interpersonal antar sesama rekan kerja, atasan, dan bawahan.
Keberadaan
kondisi-kondisi ini terhadap kepuasan karyawan tidak selalu memotivasi mereka.
Tetapi ketidakberadaannya menyebabkan ketidakpuasan bagi karyawan, karena
mereka perlu mempertahankan setidaknya suatu tingkat ”tidak ada kepuasan”,
kondisi ekstrinsik disebut ketidakpuasan,atau faktor hygiene.
Faktor
Intrinsik meliputi : (1) Pencapaian prestasi, (2) Pengakuan, (3) Tanggung
Jawab, (4) Kemajuan, (5) Pekerjaan itu sendiri, (6) Kemungkinan berkembang.
Tidak
adanya kondisi-kondisi ini bukan berarti membuktikan kondisi sangat tidak puas.
Tetapi jika ada, akan membentuk motivasi yang kuat yang menghasilkan prestasi
kerja yang baik. Oleh karena itu, faktor ekstrinsik tersebut disebut sebagai
pemuas atau motivator.
Teori
dua faktor Herzberg mengasumsikan bahwa hanya beberapa ciri pekerjaan dan
karakteristik dapat menghasilkan motivasi. Beberapa karakteristik yang menjadi
fokus manajer akan bisa menghasilkan kondisi kerja yang nyaman, tetapi tidak
memotivasi karyawan. Motivasi ini diukur dengan cara mewancarai karyawan untuk
menguraikan kejadian pekerjaan yang kritis.
Referensi
:
Munandar
AS. Manajemen Konflik dalam Organisasi , Pengendalian Konflik dalam
Organisasi, Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, Jakarta, 1987
Miftah
Thoha. Kepemimpinan dalam Manajemen. PT.Raja Grafindo Persada, Jakarta,
1993.