JAKARTA, KOMPAS.com -
Pemerintah lebih mengutamakan subsidi energi termasuk subsidi bahan bakar
minyak ketimbang subsidi nonenergi seperti untuk pangan, pupuk, dan
benih. Subsidi energi APBN 2013 naik Rp 72,39 triliun, sementara untuk nonenergi malah turun
Rp 247,5
miliar.
Menteri Keuangan Agus DW
Martowardojo dalam keterangan pers menjelaskan APBN 2013, di
Jakarta, Senin
(29/10/2013), menegaskan, subsidi
energi dalam APBN 2013 ditetapkan Rp 274,74 triliun. Subsidi energi ini yakni subsidi
BBM, elpiji, dan
bahan bakar nabati (BBN) sebesar Rp 193,8 triliun serta subsidi listrik Rp 80,94 triliun.
Subsidi energi ini naik Rp 72,39 triliun
dibandingkan dengan subsidi APBN-P 2012 sebesar Rp 202,35 triliun.
Subsidi energi untuk BBM, elpiji, dan
BBN naik dari Rp 137,38 triliun menjadi Rp 193,8 triliun.
Subsidi untuk listrik naik dari Rp 64,97 triliun menjadi Rp 80,94 triliun.
Sementara itu subsidi nonenergi
yang lebih langsung dinikmati masyarakat banyak, seperti
subsidi pangan, pupuk, benih, dan
anggaran pelayanan publik (PSO), malah turun Rp 240 miliar dari Rp 42,72 triliun
jadi Rp 42,48
triliun tahun 2013.
Jika lebih dirinci, subsidi
untuk pangan pada APBN 2013 turun dari Rp 20,93 triliun menjadi Rp 17,2 triliun
dan PSO seperti untuk kereta api juga turun dari Rp 2,15 triliun
ke Rp 1,52
triliun. Subsidi pupuk naik dari Rp 13,96 triliun menjadi Rp 16,23 triliun
dan subsidi benih naik dari Rp 130 miliar ke Rp 1,45 triliun.
Menurut Kepala Badan Kebijakan
Fiskal Kementerian Keuangan Bambang Permadi Soemantri Brodjonegoro, pemerintah
punya kewenangan untuk penyesuaian harga BBM tahun 2013 untuk menekan subsidi
BBM. Namun, hal
itu sulit dilakukan karena BBM sudah menjadi komoditas politik menjelang
Pemilihan Umum 2014. Bagi partai penguasa, waktu kenaikan bisa diulur sampai
waktu tertentu. Bagi partai oposisi, masih ada ruang menjegal kebijakan
kenaikan harga BBM.
Kepala Pusat Studi Ekonomi dan
Kebijakan Publik Universitas Gadjah Mada A Tony Prasetiantono menyatakan, pemerintah
punya kewenangan menaikkan harga BBM. Namun, ia ragu apakah itu benar-benar bisa
dilakukan tanpa melibatkan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) karena postur anggaran
tetap harus meminta persetujuan DPR.
Tony mendukung kenaikan harga
BBM bersubsidi sejak awal tahun 2013. Ini lebih rasional secara ekonomi-sosial
karena inflasi masih rendah.
”Kenaikan di awal tahun 2013
cukup beralasan karena kita punya modal cukup, yakni inflasi masih rendah, 4,5 persen.
Kalau hingga akhir tahun inflasi sampai 6 persen, masyarakat
masih kuat,”
kata Tony.
Wakil Presiden Komunikasi
Korporat PT Pertamina (Persero) Ali Mundakir, Senin, di
Jakarta, menyatakan, sistem
pemantauan dan pengendalian BBM berbasis teknologi informasi akan diterapkan di
semua stasiun pengisian bahan bakar untuk umum di Indonesia
Analisis :
Dalam artikel ini, Pemerintah
lebih mengutamakan subsidi energi termasuk subsidi bahan bakar minyak ketimbang
subsidi nonenergi seperti untuk pangan, pupuk, dan
benih. Subsidi energi APBN 2013 naik Rp 72,39 triliun, sementara untuk nonenergi malah turun
Rp 247,5
miliar.
Kenaikan harga BBM bersubsidi
sejak awal tahun 2013. Ini lebih rasional secara ekonomi-sosial karena inflasi
masih rendah.
Sistem pemantauan dan
pengendalian BBM berbasis teknologi informasi akan diterapkan di semua stasiun
pengisian bahan bakar untuk umum di Indonesia.
Sumber :