Selasa, 08 April 2014

Tulisan 7-UMKM, "Solusi Keramat" Ekonomi Kita


Kamil Alfi Arifin
Krisis ekonomi global yang baru saja melanda tak hanya berimbas dan memberikan dampak yang cukup signifikan terhadap lumbung perekonomian nasional. Efek domino dari krisis tersebut masih dapat dirasakan denyutnya sampai hari ini. Hal itu terbukti, banyak perusahaan besar nasional yang lumpuh, dan menyebabkan semakin meningginya jumlah pengangguran, karena keputusan perusahaan untuk mem-PHK karyawan, tak terhindarkan. PHK menjadi keputusan tersulit namun tetap saja harus diambil.
Menurut peneliti dari Pusat Penelitian Ekonomi (P2E) LIPI, Latif Adam, angka pengangguran di Indonesia diperkirakan naik sebesar 9 persen di tahun 2009 dari tahun lalu, sekitar 8,5 persen. Menurutnya, kenaikan jumlah pengangguran ini lebih disebabkan menurunnya penyerapan tenaga kerja dalam bidang industri akibat pukulan krisis. Di Yogyakarta saja, berdasarkan Publikasi Badan Pusat Statistik, angka pengangguran pada Agustus 2009 mencapai 121.000 orang. Meningkat sekitar 13.500 orang dibanding periode yang sama pada tahun 2008 (Kompas, 29 Desember 2009).
Selain itu, bisa dilihat dari kebijakan-kebijakan tak populis pemerintah untuk memberikan dana talangan (bail-out) pada perusahaan-perusahaan yang sedang pesakitan. Bahkan, kasus bank Century yang jadi polemik berkepanjangan akhir-akhir ini, juga merupakan bukti paling telanjang beberapa anak masalah yang ditimbulkan krisis ekonomi global.
Di tengah-tengah kondisi defisit ekonomi nasional itu, terdapat fenomena  yang cukup menarik, yaitu Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) justru menjadi ujung tonggak perekonomian Indonesia. Data yang diturunkan Departemen Koperasi dan Usaha Kecil-Menengah menunjukkan angka kenaikan yang ajeg dalam 10 tahun terakhir. Pada akhir 2008 saja, jumlah usaha kecil dan menengah di Indonesia mencapai 51, 26 juta unit, terus naik hingga 39,5 persen sejak tahun 1998. Bahkan, pada tahun 2009 sebagian pelaku usaha kecil-menengah sudah mampu menembus pasar ekspor Eropa (Tempo,  21-27 Desember 2009: hal 23).
Hal ini menunjukkan, usaha-usaha kecil-menengah itu relatif lebih stabil dalam menghadapi gempuran krisis. Hal ini tentu bukan tanpa alasan. Usaha-usaha kecil-menengah memiliki sejumlah potensi yang membuatnya imun dalam menghadapi krisis. Potensi-potensi yang dimiliki itu, pertama, usaha kecil-menengah umumnya elastis, fleksibel, adaptif. Kedua, lantaran tak punya kekuatan tawar-menawar dengan pembuat kebijakan, pelaku usaha kecil-menengah biasanya bergerak dengan modal, kreativitas, dan inovasi sendiri (Tempo,  21-27 Desember 2009: hal 23). Ini yang kemudian menjadi garis pembeda dengan perusahaan-perusahaan besar  yang diwaktu krisis hampir kolaps. Jika pada perusahaan-perusahaan besar dana disuntik dari bank-bank, maka ketika bank pada waktu krisis mengalami kendala likuiditas, perusahaan-perusahaan ikut goyah.
Melihat potensi-potensi yang dimiliki, menjadi tak heran jika banyak pihak kemudian mengharapkan UMKM juga dapat dijadikan “benteng terakhir” penyelamatan ekonomi Indonesia dalam proyek Asian-China Free Trade Area (AC-FTA), yang belakangan banyak dikeluhkan pihak Indonesia.
Harapan ini tak berlebihan, mengingat prestasi yang sudah dicapai UMKM sebagaimana telah disinggung di atas. Dalam setahun ini UMKM menjadi “solusi keramat” penyelamatan ekonomi kita. UMKM sebagai salah satu bentuk usaha telah menjadikan semangat berdikari dan kreatif dalam dirinya. Suatu hal yang sejalan dengan ajaran Marhaenisme Soekarno yang menekankan semangat yang sama. Kreativitas dan keberanian berkarya dan berusaha menjadi investasi paling mahal dalam dunia usaha yang semakin kompetitif. Sejalan dengan prediksi Daniel H. Pink bahwa masa depan dunia hanya milik orang-orang yang mendayagunakan secara optimal fungsi otak kanannya yang kreatif (Pink, 2007).
Asa Buat Sang Penguasa
Dari kenyataan di atas, sudah selayaknya dan sepantasnya pemerintah memberikan perhatian yang lebih dalam mendorong usaha-kecil menengah sebagai strategi dan upaya perbaikan ekonomi nasional yang memang ditargetkan mencapai 6,3 persen.
Upaya yang harus dilakukan pemerintah tidak hanya berhenti pada pembuatan kebijakan terkait UMKM yang memungkinkan kemudahan akses pelaku usaha-kecil menengah pada masalah perbankan. Melainkan lebih dari itu, pemerintah harus juga melakukan kampanye akan pentingnya sikap mandiri, sikap kewirausahaan bagi anak bangsa. Inilah yang dimaksud dengan pembangungan ekonomi yang memiliki dimensi luas sebagai nation character building yang bertumpu pada keunggulan human capital (Sampurno, 2007: 14). Strategi pembangunan ekonomi ini sudah memberikan bukti keberhasilan yang bisa dilihat dari melesatnya perekonomian Singapura dan Korea Selatan yang cukup spektakuler. Padahal di sekitar tahun 1960, Singapura, Korea Selatan dan Indonesia memiliki pendapatan perkapita yang relatif hampir sama.
Kampanye dan pendidikan dalam menumbuh-kembangkan sikap kewirausahaan sebagai ruh dari UMKM begitu penting. Sebab kemandirian bangsa, sebagai salah satu karakter nasional bisa dicapai dengan program ini. Bahkan, beberapa tahun yang silam Anis Baswedan memprediksikan bahwa rulling elite, atau sekelompok golongan sosial terkemuka Indonesia di masa akan datang, yang akan menentukan arah perjalanan bangsa, ada di tangan para enterpreneur(Kompas, 31 Oktober 2006). Analisa Anis di atas, setidaknya mengandung pengertian bahwa kewirausahaan menjadi tren tersendiri di masa sekarang. Itu berarti, upaya pemerintah untuk serius mengkampanyekan pentingnya kewirausahaan sebenarnya menemukan momentum.
Tapi sejauh ini, pemerintah hanya berhenti pada target-target yang sifatnya normatif serta tanpa aksi konkret dan memadai. Padahal dalam pertemuan dialog nasional, National Summit 2009, rekomendasi agar pemerintah memperhatikan UMKM begitu terang benderang.
Lebih ironisnya, perhelatan demokrasi tingkat daerah (PILKADA) tahun ini, justru malah dihiasi oleh sepinya isu terkait UMKM yang diusung para calon. Tak seperti isu lainnya yang mencuat ke permukaan serta menjadi komoditas politik. Suatu isyarat yang buruk terhadap komitmen pemerintah yang beri’tikad memperbaiki perekonomian kita.
Kendala Lain UMKM
Kekecewaan kita atas sejumlah indikasi ketaksungguhan pemerintah dalam memberikan perhatian pada UMKM sebenarnya cukup terobati, saat melihat pihak swasta bergerak lebih cepat dalam memberikan perhatian pada UMKM. Belakangan, marak lembaga-lembaga non pemerintah memberikan andil dalam menyebarkan virus-virus kewirausahaan. Hal ini bisa dilihat dari mulai banyak didirikannya perguruan tinggi swasta yang concern pada kewirausahaan serta banyaknya seminar-seminar dengan tema terkait yang diadakan. Sebut saja misalnya Universitas Ciputra Group. Tentu, semua itu adalah upaya positif yang patut kita apresiasi.
Tapi persoalannya, semua upaya yang dilakukan untuk menumbuh-kembangkan sikap kewirausahaan di atas masih berwajah eksklusif. Bahkan, muncul kecenderungan pendidikan kewirausahaan sendiri jadi bisnis yang memiliki peluang “basah”. Itu terbukti dengan begitu mahalnya  kontribusi dana untuk seminar. Di kota-kota besar, seminar-seminar tentang kewirausahaan bisa butuh ratusan ribu rupiah. Atau, di Universitas Ciputra Group, setiap orang yang ingin belajar di dalamnya harus menyediakan uang kurang lebih 30 jutaan. Tentu ini berbelok dari semangat awal untuk membangun mentalitas dan karakter manusia nasional yang berdikari melalui kewirausahaan. Karena hanya mengekalkan filosofi “yang kaya, yang berkesempatan dan memiliki peluang besar untuk menjadi kaya lagi “. Sehingga komitmen pemerintah untuk memperhatikan keberadaan UMKM lagi-lagi hanya berhenti sebagai bualan saja.
UMKM, “solusi keramat” penyelamatan ekonomi kita yang terabaikan. Kadang kekeramatan dalam dunia dan negara (yang hendak) modern menjadi sesuatu yang tak populer, meski terbukti betapa tangguh kehebatannya.
Komentar  :

      Dewasa ini,perkembangan tidak hanya terjadi di dunia teknologi dan komunikasi.Perkembangan juga mulai merambah sampai ke sektor perekonomian.Banyak inovasi-inovasi baru yang mulai bermunculan dalam dunia ekonomi salah satunya UMKM(Usaha Kecil Mikro Menengah).UMKN dapat mewujudkan impian masyarakat untuk memiliki usaha sendiri atau menjadi enterprenuersip.UMKM juga berdampak positif secara agregat karena akan mengurangi tingkat pengangguran.Melalui UMKM,kini masyarakat tidak harus ketergantungan dengan pihak bank untuk memperoleh pinjaman modal.Semuanya dapat di tangani oleh UMKM.

       UMKN mendapat sambutan yang sangat positif dari masyarakat.Hal ini dibuktikan dengan banyaknya seminar-seminar yang mengangkat tema Enterpreneursip baik dikalangan mahasiswa maupun kalangan masyarakat umum.UMKN juga dikabarkan telah menembus ekspor Eropa.Sayangnya,UMKM belum mendapatkan perhatian yang khusus dari pemerinta.
 

0 komentar:

Posting Komentar